
Laporan Wartawan Surya, Musahadah
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Jika biasanya tari jaranan atau jathilan dimainkan oleh orang-orang Indonesia, bagaimana kalau dimainkan oleh bule? Itulah yang dicoba Bronson Baker, mahasiswa Oklahoma, Amerika Serikat.
Bronson manut saja saat diminta sang instruktur M Muklis, memeragakan gerakan tanjak di salah satu loby Gedung Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (Untag), Jawa Timur, Jumat (20/6/2014). Ia hanya tersenyum malu.
Ketika gerakan gadang, kedua tangannya dibentangkan sambil matanya melirik dan bibirnya tersenyum. Dengan kostum jathil lengkap memenuhi tubuhnya, tak ketinggalan udeng-udeng kepala, Bronson tampak gugup karena harus menyelaraskan gerakan tangan dan kakinya.
"Ini pengalaman pertama saya. Sebelumnya saya tidak pernah tahu ada tarian seperti ini," kata Bronson. Di Untag, Bronson datang bersama empat temannya yakni Shawn Massey, Dillon Pospisil, Annahly Meyer, dan Catherine Emily Gray.
Ia mengakui, tari jathilan hampir mirip dengan stomp dance yang ada di Amerika. Stomp dance adalah tarian yang biasa dimainkan penduduk suku Indian. Biasanya, tarian ini dimainkan anak-anak. "Gerakannya juga lincah seperti ini," terang Bronson.
Ketika diberitahu bahwa jathilan sering dimainkan bersama reog di sejumlah acara, terutama malam satu suro, Bronson mengaku tertarik untuk melihatnya lebih lengkap. Ia pun harus mengakui jathilan lebih semarak dibandingkan stomp dance. "Karena kostumnya unik dan sangat meriah," akunya sambil tertawa.
Catherine tak mau kalah. Perempuan cantik ini tertarik membawa keluarganya berkunjung ke Indonesia terutama Surabaya. "Saya akan katakan di sini adalah kota besar yang memiliki beragam budaya dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Banyak hal menarik di sini," katanya.
Gadis berambut panjang penyuka sepak bola ini ternyata tertarik mendengar azan, panggilan salat untuk kaum Muslim. Ketertarikan itu muncul karena dia kerap mendengarnya, lima kali dalam sehari.
"Kemana-mana saya selalu mendengar suara itu. Suaranya indah meski saya tidak tahu artinya. Ingin rasanya saya masuk dan melihat ke dalam (masjid). Saya ingin tahu apa yang dilakukan mereka di tempat itu (masjid),"katanya.
Saat mendapat tawaran untuk mengunjungi masjid kampus Untag, Catherine tampak antusias. "Benarkah? Boleh saya masuk ke dalamnya," katanya dengan wajah berbinar.
Catherine dan keempat temannya akan tinggal di Surabaya selama sebulan. Dia akan mengunjungi tiga kampus untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia. Mereka juga akan memperkenalkan budaya negaranya di hadapan mahasiswa.
Ketua Pelaksana Cross Culture Untag Jadika Indriadi mengatakan, acara ini dilakukan setiap tahun. "Selain jaranan, mereka juga akan kami kenalkan dengan permainan tradisional yang biasa digelar saat tujuh belasan seperti balap karung dan lomba membawa sendok di mulutnya," katanya.
Jadika berharap kehadiran mahasiswa Oklahoma University ini bisa membuka wawasan mahasiswa sehingga memiliki pemikiran global.
0 comments:
Post a Comment