Saturday, June 28, 2014

Rupiah Terpuruk Dongkrak Harga Smartphone dan Produk Elektronik



Rupiah Terpuruk Dongkrak Harga Smartphone dan Produk Elektronik


TRIBUN JABAR /GANI KURNIAWAN





TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pelemahan rupiah hingga ke posisi Rp 12.000 per dollar AS, mengerek naik harga produk elektronik dan gadget. Maklum, kebanyakan produk tersebut berstatus barang impor yang dibeli dengan uang dollar AS. Kenaikan harga barang elektronik rata-rata 15% - 25% jika dibandingkan dengan banderolnya di tahun lalu.



Produk elektronik yang harganya terbang paling tinggi adalah lemari es dan pendingin udara. "Karena permintaan terhadap keduanya tinggi," tutur AG Rudyanto, Ketua Electronic Marketers Club (EMC), Kamis, (26/6).



Harga telepon seluler dan gadget lain juga terangkat sejak awal tahun. "Vendor sudah menaikkan harga mengikuti kurs dollar AS, khususnya produk baru," kata Budiarto Halim, Direktur Utama PT Erajaya Swasembada Tbk, pemilik gerai Erajaya. Jika nilai tukar rupiah semakin terbenam, bukan tidak mungkin harga jual produk elektronik kembali naik.



"Kami akan memilih produk mana yang akan naik," ujar Herdiana Anita, Sales and Marketing PT Sharp Electronics Indonesia. Sedang Polytron tengah mempertimbangkan kenaikan harga. Produsen elektronik lokal itu telah mengerek harganya sekitar 5%-10% di awal tahun.



"Kami tunggu dan lihat sampai tiga bulan ke depan," kata Santo Kadarusman, PR and Marketing Event Manager PT Hartono Istana Teknologi, pemilik elektronik merek Polytron. Yang jelas, pelemahan rupiah membuat pebisnis elektronik kembang-kempis.



Ali Soebroto, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) menuturkan, kebanyakan pebisnis menggunakan asumsi kurs dollar AS berkisar Rp 11.300-Rp 11.500 saat menyusun anggaran. Tapi kini, dollar AS terangkat hingga Rp 12.000. "Dampaknya sudah kompleks," kata Ali.



Pelemahan rupiah otomatis berdampak terhadap penurunan angka impor. Tingginya harga elektronik dan gadget menjadi alasan pengusaha mengurangi pembelian. "Impor ponsel mungkin bisa berkurang karena kenaikan nilai tukar dollar AS," kata Budi Darmadi, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian. (Francisca Bertha Vistika/ Sinar Putri S.Utami/ Benediktus Krisna Yogatama)







0 comments:

Post a Comment