TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemelut yang terjadi parlemen terkait dualisme kepemimpinan dinilai tak terjadi ditingkat keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hubungan personal para anggota DPR disebutkan sejatinya masih terjaga secara baik.
Kondisi tersebut diungkapkan Amelia Anggraini, anggota DPR DPR dari Fraksi NasDem bernomor anggota A-17. Ia mengatakan, pada tataran anggota dewan, komunikasi terjalin secara apik meski masing-masing berada di kubu berbeda.
"Hubungan antaranggota DPR meski berbeda (koalisi) sebenarnya berlangsung secara baik. Yang harus ditekankan adalah kami ini satu institusi yang ada di bawah naungan DPR. Jadi yang terjadi bukan ada DPR tandingan tapi pimpinan DPR tandingan," kata Amelia, Kamis (30/10/2014).
Penjelasan Amelia tersebut merujuk pada dasar ditunjuknya pimpinan dewan bentukan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang terdiri dari Ketua DPR Pramono Anung (PDIP), Wakil Ketua DPR Abdul Kadir Karding (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), Patrice Rio Capella (NasDem), dan Dossy Iskandar (Hanura).
"Ini akumulasi dari kekecewaan kami atas tidak diakomodirnya hak-hak kami secara konstitusional sebagai anggota DPR. Ini terjadi sejak sidang paripurna perdana hingga seterusnya sampai kini. Kalau disebut ada ruang-ruang untuk berembuk, berkomunikasi, melobi, atau apapun namanya, kenyataannya itu tak terjadi. Pimpinan sidang sebelumnya seperti tak acuh. Itu dasar mosinya. Jadi kalau kami tak percaya pada pimpinan sidang, buat apa kami ikut sidang? Yang terjadi saat ini adalah tirani parlementer," jelas Amelia.
Soal landasan konstitusional pembentukan pimpinan DPR dari KIH, Amelia justru balik mempertanyakan aturan dan tata-tertib dari tiap sidang paripurna sebelumnya yang cenderung tak mengacuhkan banyak hak-hak anggota.
"Itu pun pelanggaran lho," katanya.
Secara tersirat, kata Amelia, penyapubersihan pimpinan dan alat kelengkapan dewan oleh para koleganya di Koalisi Merah Putih (KMP) menyisakan tanda tanya besar. Ia juga menjelaskan, tak ada motif di balik pembentukan pimpinan lain DPR selain mengawal program kerja yang siap dijalankan pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Jika disebut mereka ingin sebagai penyeimbang pemerintah, rasanya penyapubersihan berimplikasi lebih dari itu. Bukan apa-apa, ini akan berujung pada mandeknya program kerja pemerintah. Dana program kerja tak akan cair jika tak ada persetujuan satu saja pimpinan fraksi," paparnya.
Amelia juga membantah jika pihaknya justru yang disebut sebagai penghambat lantaran belum menyerahkan nama-nama usulan fraksi. Malah, kata Amelia, nama-nama itu sudah lengkap sejak jauh-jauh hari. Hanya, semua usulan itu ditarik kembali lantaran proporsi pembagian di tingkat fraksi dinilai tidak akomodatif.
"Hargai dong partai pemenang Pemilu. Kami ini sebenarnya juga sudah jengah dan ingin segera bekerja. Tanggung jawab kami pada konstituen lho, rakyat. Tapi kalau caranya seperti ini, ya kami tak terima juga," kata Amelia seraya menambahkan sidang paripurna versi pimpinan bentukan KIH tetap berlangsung besok, Jumat (30/10/2014).
Pun, Amelia tetap optimistis situasi deadlock akan terurai jika kunci-kunci sekat bisa melenturkan sikap. Siapa kunci-kunci dari situasi seperti ini? Amelia menjawab para pimpinan fraksi di DPR serta elite-elite partai politik bisa menjadi pembuka jalan.
"Saya mendorong agar ada kedewasaan di tiap-tiap pihak, kalau ingin musyawarah, ya terapkan secara benar bukan cuma dilontarkan. Saya tetap optimistis ada jalan atas kekakuan untuk terurai," katanya.
0 comments:
Post a Comment