TRIBUNNEWS.COM,BANGKALAN - Kapolres Bangkalan AKBP Soelistijono menolak membubuhkan tanda tangan atas nota kesepahaman yang disodorkan massa Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Bangkalan, saat berunjukrasa di depan mapolres, Jumat (10/10/2014).
Kesepahaman yang dituangkan HMI Bangkalan dalam lembaran pernyataan itu, intinya meminta pihak kepolisian tidak menggunakan tindakan kekerasan dalam pengamanan pengunjukrasa.
Seperti yang diamanatkan Undang - undang (UU) RI Nomer 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"Saya sependapat pengamanan aksi tanpa kekerasan. Kami turut berduka atas insiden di Pontianak. Namun saya tidak bersedia tanda tangan," ungkap AKBP Soelistijono di hadapan massa HMI Bangkalan.
Keengganan Soelistijono membubuhkan tanda tangan lantaran dalam lembaran pernyataan yang diajukan massa HMI Bangkalan, tidak disertakan pasal 6, 7, dan 8 yang ada di Bab III Hak dan Kewajiban UU RI Nomor 9 Tahun 1998.
"Pasal 6 untuk warga negara yang menyampaikan asipirasinya. Nah, di pasal 7 untuk pihak berwajib dalam melakukan pengamanan. Kalau pasal-pasal itu disertakan, saya akan tanda tangan. Masak pendemo anarkis kami diamkan. Kan mengganggu ketertiban umum," tegasnya.
Mengetahui kapolres enggan tanda tangan, pendemo menggelar aksi teaterikal dengan menggambarkan tindakan kekerasan yang diterima Kader HMI Pontianak.
Mereka akhirnya membubarkan diri setelah sempat memblokir Jalan Soekarno - Hatta.
"Kami akan kembali dengan massa yang lebih besar," teriak korlap aksi Habibus.
0 comments:
Post a Comment