Laporan Wartawan Tribun Jateng, Yayan Isro Roziki
TRIBUNNEWS.COM, KUDUS - Kuliner jenis sate bisa ditemukan hampir di seluruh pelosok negeri ini. Namun, jika Anda menyebut sate kebo, rasa-rasanya hanya bisa dijumpai di Kudus.
Ya, sate kebo termasuk menu favorit di Kota Kretek ini. Terpesona oleh nikmatnya sate kebo, Dona Dwi Yuhanafi, rela datang jauh-jauh dari Sukabumi ke kabupaten terkecil di Jateng ini.
"Tadi datang sekitar jam 06.00, hampir dua jam saya tadi nongkrong di depan garasi bus PO. Nusantara, nunggu warung ini buka," ujar Hanafi, usai melahap sate kebo favoritnya di warung Min Jastro, komplek Ruko Agus Salim Kudus, Sabtu (29/11/2014).
Disampaikan, ia kenal sate kebo sekitar dua tahun lalu, dari teman komunitas busmania.com. "Setelah nyoba, langsung ketagihan," ucap karyawan swasta di Sukabumi ini.
Jika kebetulan melewati Kudus, cobalah singgah dan rasakan sensasi sate kebo ini. Dagingnya begitu terasa empuk di mulut. Rasa manis bumbu bacem, beradu aroma rempah yang cukup terasa serasa menggoyang lidah.
Warung sate kebo Min Jastro ini, sudah malang melintang sejak 1950. Awalnya, Min Jastro keliling kota sembari memikul dagangannya, untuk menjajakan sate kebo.
"Dulu mbah saya keliling mulai pukul 06.00, dan biasanya pukul 08.00 sudah habis. Waktu masih keliling, nasinya dibungkusi pakai daun jati," ucap Sunoto, generasi ketiga yang saat ini mengelola warung Min Jastro.
Selanjutnya, pada era 1980 Min Jastro membuka lapak di depan garasi bus PO. Nusantara. Lalu, pada 2005, saat komplek Ruko Agus Salim sudah selesai di bangun, warung dipindah lagi ke tempat sekarang.
Diceritakan Sunoto, untuk mengolah daging kebo menjadi sate yang lezat, diperlukan proses yang cukup panjang. Awalnya, pilih daging kerbau yang lunak, lalu disayat untuk memisahkan daging dan uratnya. Selanjutnya, daging diiris dan digecek (ditumbuk, red).
"Seteleh digecek, diiris lagi menjadi bagian lebih kecil," kata suami dari Dewi Ristiana ini.
Kemudian, lanjut Sunoto, daging direndam dalam bumbu baceman selama kurang lebih dua jam. "Agar bumbunya benar-benar meresap, baru kemudian dijadikan tusukan-tusakan sate," ujar dia.
Dijelaskan, semua proses tersebut dilakukan di rumah. Sehingga, sesampainya di warung sate kebo siap dibakar sesuai pesanan. "Untuk sate daging, bisa tahan dua hari, kalau ditaruh di lemari bisa tahan lebih lama lagi. Itu semua tanpa menggunakan pengawet sama sekali," jelas Sunoto.
Selain sate daging, terdapat bagian lain sebagai variasi. Semisal, sate koyor, lidah, hati, babat, dan usus. "Urat yang dipisahkan tadi jadi koyor. Nah, kalau tidak perlu direbus dalam prosesnya, kalau urat perlu direbus sekitar empat sampai lima jam, agar menjadi lunak. Justru karena direbus itu, sate koyor tidak awet, cuma bisa bertahan sehari," papa dia.
Disinggung mengenai bumbu sate yang digunakan, disebutkan Sunoto, ada ketumbar, jinten, bawang putih, garam, dan bumbu rahasia lainnya. "Sedang untuk sambel sate terdiri dari olahan air cabe, air kentang, kemudian dicampur tumbukan kacang dan srondeng," ucapnya.
Disampaikan Sunoto, tak jarang ia menerima pesanan langsung dari Jakarta, yang kemudian dipaketkan melalui armada bus. Bahkan, warung sederhananya sering pula dikunjungi orang asing dari berbagai negara.
"Biasanya tamu dari PT. Djarum dan PT. Pura Group, belum lama ini ada tamu dari Italia dan Singapura," ujar dia.
Tak jarang pula, ia menerima pesanan sate mentah yang belum dibakar. "Biasanya kemudian itu tidak dibakar, tapi dimasukkan oven," sambung Sunoto.
Dalam sehari, rata-rata Sunto bisa menghabiskan 15 Kg daging kebo. "Buka pagi biasanya 10 Kg, dan untuk buka sore 5 Kg. Itu kalau hari biasa, kalau pas waktu liburan untuk pagi saja bisa menjadi 25 Kg," akunya.
Jika anda tertarik mencicipi kuliner ini, datanglah pada pagi sekitar pukul 07.30 - 10.00, dan sore pada 17.00 - 21.00. Selain di Ruko Agus Salim, masih banyak warung yang menjajakan sate kebo. Di antaranya di dekat Menara Kudus, sekitar Pasar Kliwon, dan tempat-tempat lainnya. (*)
0 comments:
Post a Comment