TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sertifikasi halal diperebutkan antara pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pemerintah mengklaim kewenangan untuk memberikan sertifikasi halal sudah seharusnya berada di tangan pemerintah, karena pemerintah adalah pelaksana UU. Sementara MUI menilai sudah sejak lama lembaganya mengelola produk halal ini.
Saling rebut pengelolaan sertifikat halal ini muncul seiring dengan pembahasan RUU Jaminan Produk Halal di DPR RI. Pemerintah melalui Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan jika RUU tersebut disahkan maka pengelolan sertifikat halal berada dibawah Kementerian Agama. Pemerintah akan tetap memberlakukan tarif sertifikasi halal sehingga pendapatan negara bertambah.
Pengelola Pondok Pesantren Mambaul Hisan, di Magelang, Jawa Tengah KH Choirul Muna sangat tidak setuju jika pemerintah menetapkan tarif untuk sertifikasi halal.
"Ini seperti diperjualbelikan jadinya. Sertifikasi halal memang sangat dibutuhkan, tapi tidak untuk diperjualbelikan. Pertanggungjawaban ini kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan hanya masyarakat. Mestinya sertifikasi tidak dibuat standar harga, tidak logis," tegas Choirul, Jumat (28/2/2014).
Sedangkan praktisi hukum Hermawi Taslim, mengatakan pemberian label halal harus dijalankan secara profesional. Menurutnya Kementerian Agama dan MUI harus bekerjasama dan jangan muncul polemik diantara kedua lembaga ini.
"Untuk menentukan sebuah produk itu halal atau tidak, sesuai lah ongkos bayarnya. Kalau dirasa mahal, cek lagi biayanya. Tapi jangan dikomersialkan," ujar Hermawi.
0 comments:
Post a Comment