TRIBUNNEWS.COM - Beban dan tekanan berat yang berlebihan bisa membuat anak stres. Bila tekanan itu terus berlanjut tanpa ada penanganan, stres ini bisa berbuah depresi.
Sebuah pesan DI WhatsApp pagi itu (20/11/2014) membuat jantung berdegup kencang, mata sedikit memicing, melihat layar smartphone mini dengan penuh selidik dan rasa tidak percaya. Betapa tidak! Seorang anak usia 6 tahun dikabarkan masuk RSJ alias Rumah Sakit Jiwa lantaran terlalu banyak les. Setiap ditanya, kecuali oleh psikolognya, jawaban si anak tak pernah lepas dari seputar angka, bahasa Inggris dan huruf hijaiyah. Bila bertemu dengan orang yang mengenakan baju guru, si anak langsung tertekan.
Pesan itu dengan cepat menyebar, laksana debu ditiup angin kencang, berembus ke media sosial macam Path, Facebook, dan Twitter, bahkan beberapa portal berita nasional macam detik, viva, yahoo, dan lainnya ikut memberitakan. Sayangnya, penelusuran tim media tersebut ke RSJ yang dimaksud belum menemukan jawaban pasti. Hingga akhirnya, seorang asisten Psikolog yang bekerja di RS Duren Sawit, dalam wall FB-nya “meluruskan” berita tersebut. Intinya, berita tersebut hoax alias hanya karangan semata. (Akun FB Ethnic c’Antique [Maria Dhita]/Rabu, 26-11-2014, pukul 8:22
Terlepas benar atau tidaknya kabar tersebut, menurut Fitriani F, Syahrul, Psi., Msi., kasus di atas mungkin terjadi. Sebab, depresi bisa dialami oleh siapa pun, tanpa memandang usia, mulai anak hingga dewasa, dari yang bau kencur sampai bau tanah. Anak mungkin mengalami depresi karena tekanan berat yang merundungnya. Padahal orangtua harus mengusahakan agar jangan sampai anak stres.
“Memang, tekanan itu tidak ujug-ujug membuat anak depresi, tapi awalnya membuat stres ringan, kemudian bila terus berlanjut tanpa ada solusi dan penanganan, beban bertubi itu akan menjadikan anak stres berat, yang bisa berujung pada depresi. Berapa lama tingkatan stres berlanjut sampai depresi bergantung pada berbagai hal, seperti berat ringannya beban, karakter anak, pengasuhan orangtua, dan lainnya,” papar Fitri, panggilan akrab psikolog ini.
Mantan Ketua Asosiasi Psikolog Sekolah Wilayah DKI Jakarta ini pun bercerita mengenai kasus yang pernah ditanganinya, ”Tidak sampai depresi, tapi masih stres ringan. Ceritanya, anak ini pintar sekali, tapi setiap menghadapi ujian, dia selalu gemetar, keringat dingin bercucuran, mukanya cemas, badannya kaku. Setelah ditelisik, ia ternyata dibebani target oleh orangtua agar jangan sampai ada kesalahan dalam ujian. Nilainya harus 100. Kalau mendapat nilai di bawah itu akan mendapatkan teguran. Untunglah, setelah pihak sekolah bekerja sama dengan orangtua, anak itu tidak stres lagi, bahkan nilai-nilainya sangat baik dan mendapat juara 1.
0 comments:
Post a Comment