Oleh M Syarif Abdussalam
TRIBUNNEWS.COM - TIGA tahun lalu, 80 persen warga Kampung Pelag yang berjumlah sekitar seribu jiwa ini tidak dapat membaca dan menulis.
Lokasinya yang terpencil, yakni di ujung Desa Sukalilah, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, membuatnya nampak seperti kampung terasing dari ingar-bingar kehidupan moderen.
Berada di kawasan berbukit Pegunungan Papandayan, kampung ini hanya dapat diakses melalui jalan selebar tiga meter yang terdiri atas bebatuan dan tanah.
Hanya beberapa bagian yang telah dibeton pada bagian yang menanjak atau menurun curam. Maklum, jalan menuju kampung ini berada di pinggir tebing curam dan hutan bambu.
Infrastruktur buruk inilah yang membuat warganya nampak mengisolasi diri, tidak menyekolahkan anak-anaknya, apalagi sampai tingkat SMP.
Hanya terdapat satu sekolah di kampung tersebut, yakni SD Al Jamila. Minat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya pun saat itu sangat rendah.
Seorang warga Kampung Pelag, Lilis (40) mengatakan awalnya memilih untuk tidak menyekolahkan kedua anaknya.
Lilis menganggap lebih baik jika anak-anaknya membantunya bekerja di kebun sayurnya setiap pagi sampai siang.
"Banyak orang-orang di sini menganggap lebih baik anak-anaknya langsung bekerja saja di kebun. Atau mengurus ternaknya. Soalnya, sekolah cukup jauh dan jalannya rusak. Padahal rumah-rumah warga kebanyakan terpencar di pelosok," kata Lilis yang kini menyekolahkan dua anaknya tersebut ke SD terdekat, Senin (29/9).
Tidak hanya masalah infrastruktur, kata Lilis, mereka disibukkan dengan pekerjaan lainnya seperti berjalan kaki sepanjang dua kilometer untuk mendapat air bersih, jarak yang lebih dekat dibandingkan harus berjalan kaki ke SMP terdekat.
Hal ini berlangsung setidaknya sampai PT Indonesia Power melaksanakan sejumlah programnya di kampung tersebut.
Jalan menuju Kampung Pelag sebagian dibeton sehingga tidak tergerus longsor atau cepat rusak. Sejumlah tim diturunkan untuk memberantas buta huruf di kampung tersebut.
Alhasil, dari angka 80 persen, jumlah warga yang buta huruf di Kampung Pelag turun menjadi 10 persen pada 2014.
Sejumlah bangunan kelas pun dibangun di MI Jamila, kian menyemangati warga untuk menyekolahkan anak-anaknya selain karena jalannya sudah cukup baik.
Geliat warga untuk belajar pun semakin tinggi. Puluhan anak kini menyesaki MI Jamila untuk belajar, termasuk anak-anak yang menggembalakan kambing atau dombanya.
Karenanya, kata warga, sering ditemukan kambing atau domba yang diikat di sekitar sekolah, saat anak-anaknya belajar di kelas, bersama tumpukan rumput yang telah disabit sebelum sekolah.
"Alhamdulillah, tahun ini 36 siswanya sudah lulus dan melanjutkan ke SMP. Warganya semakin mengerti tentang pentingnya pendidikan. Dari 80 persen, tinggal 10 persen yang buta huruf, targetnya 0 persen yang buta huruf pada 2017," kata Direktur Utama PT Indonesia Power, Supangkat Iwan Santoso.
Menurut Supangkat, warga pun kini mulai dapat mengembangkan minat bacanya di rumah pintar berisi ribuan buku yang diresmikan Menteri Lingkungan Hidup RI, Balthasar Kambuaya, Senin (29/9).
Seribu buku tersebut diberikan dalam kegiatan peresmian Pencanangan Kampung Pelag Mandiri. Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Asisten Daerah II Kabupaten Garut Eddy Muharram dan perwakilan dari Kodim 0611 Garut dan Polres Garut.
"Kami membina kampung ini sejak 2011. Kampung ini menjadi percontohan dalam bangun desa mandiri. Bukan hanya memberikan bantuan, kami membimbingnya dan bertransformasi menjadi desa mandiri," katanya.
Indonesia Power pun menmbangun Rumah Pintar Al Baist, pembangunan perpustakaan, dan ruang internet, serta sejumlah program edukasi bagi warganya.
Di bidang ekonomi, perusahaan ini mendirikan peternakan domba khas Garut, budi daya Kopi Java Preanger, dan pembuatan rumah kompos.
"Kami melakukan pipanisasi sehingga warga tidak usah berjalan kaki naik-turun bukit sejauh dua kilometer untuk mendapat air. Sebagian jalan sudah kami beton," kata Supangkat.
Menteri Lingkungan Hidup RI, Balthasar Kambuaya meminta seluruh perusahaan atau industri di Indonesia untuk melaksanakan bisnisnya dengan pemeliharaan lingkungan.
Selain itu, mengupayakan sejumlah program untuk memelihara lingkungan.
"Kami minta supaya semua CSR disalurkan pada daerah yang benar-benar membutuhkan seperti ini. Jangan sampai bantuan diberikan ke daerah yang sudah maju. Jangan menabur garam di lautan," kata Menteri Lingkungan Hidup. (*)
0 comments:
Post a Comment