Friday, January 2, 2015

Biaya Mutasi Siswa, SMAN 15 Surabaya Awalnya Minta Rp 25 Juta, Setelah Ditawar Turun Jadi Rp 3 Juta


Biaya Mutasi Siswa, SMAN 15 Surabaya Awalnya Minta Rp 25 Juta, Setelah Ditawar Turun Jadi Rp 3 Juta
net

ilustrasi







TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Wakil Kepala SMAN 15 Surabaya Bidang Kurikulum Nanang Achmad ditangkap anggota Polrestabes Surabaya di sekolahnya, Jumat (2/1/2015).


Dia ditangkap dengan barang bukti uang Rp 3 juta yang diterima dari Mayor (Mar) Sidik, orangtua calon wali murid sekolah tersebut.


Pihak sekolah diduga telah melakukan pungli atas proses mutasi anak Mayor Sidik, M Eza Abrar Dharmawan.


M Eza yang sebelumnya bersekolah di SMAN 66 Jakarta Selatan akan dipindah ke SMAN 15 Surabaya karena mengikuti ayahnya, Mayor Sidik, yang kini berdinas di Pasmar Karangpilang, Surabaya.


Saat mengurus proses mutasi pada Selasa (30/12/2014) Mayor Sidik langsung disodori surat pernyataan untuk memberikan sumbangan biaya pembangunan sekolah.


”Karena tidak pernah mengalami ini sebelumnya lalu saya tanyakan berapa yang harus saya bayar. Dan pihak sekolah mengatakan Rp 25 juta,”kata Mayor Sidik saat dihubungi di sela pemeriksaan di Polrestabes Surabaya, Selasa (2/1/2014).


Uang Rp 25 juta itu dinilai sangat besar bagi anggota TNI AL ini. Dia pun berusaha menawar Rp 3 juta, tatpi pihak sekolah malah berkata bahwa mutasi ke Jakarta jauh lebih mahal.

”Katanya nilai Rp 25 juta itu tidak seberapa karena mutasi di Jakarta saja sampai Rp 70 juta. Saya bilang sekolah tidak keluar uang sama sekali, dia tidak percaya,”ceritanya.


Setelah berkooordinasi dengan istrinya, akhirnya dia menunda membayar uang tersebut. Dia lalu menghubungi anggota Komisi D DPRD Surabaya Baktiono untuk mempertanyakan hal itu.


Baktiono lalu menghubungi Kabid Pendidikan Menengah Dindik Surabaya Sudarminto. Akhirnya Sidik diminta bertemu Sudarminto di kantornya.


Sudarminto memberi solusi agar anak Sidik di tes dahulu sebelum masuk dan jika lolos tes bisa masuk.


Hal itu disanggupi Sidik dan esoknya (31/12/2014) M Eza mengikuti tes di SMAN 15 Surabaya.


Anehnya, meski di sekolah asalnya dia masuk kelas IPS, tetapi di SMAN 15 dia justru dites IPA.


Usai tes, pihak sekolah meminta Mayor Sidik ke sekolah Kamis (1/1/2014) dan hal itu disanggupi Mayor Sidik.


Namun, sebelum berangkat dia menghubungi pihak sekolah dahulu, ternyata pihak sekolah menunda hingga Jumat (2/1/2015).


Dan hari Jumat itulah, Mayor Sidik datang ke sekolah sesuai dijanjinya.


Di luar sekolah, Baktiono bersama anggota Komisi D telah berkooordinasi dengan aparat kepolisian Polrestabes Surabaya untuk menggerebeknya.


”Saya sudah menyiapkan beberapa skenario terkait ini,”terang Baktiono saat dikonfirmasi, Jumat (2/1/2015).


Skenario pertama dia meminta anggota Komisi D Budi Leksono bersama istri dan anaknya untuk berpura-pura mutasi di sekolah tersebut. Saat itu, permintaan mutasi Budi ditolak pihak sekolah.


Akhirnya skenario kedua diambil dengan meminta Mayor Sidik masuk ke dalam ruang sekolah.


”Saya bilang kepada Mayor Sidik kalau terjadi apa-apa untuk segera menghubungi saya,”katanya.


Di pertemuan itu, sempat terjadi tawar menawar mengenai biaya yang harus diberikan Mayor Sidik. Dari puluhan juta yang diminta sekolah, Mayor Sidik hanya menyanggupi memberikan Rp 3 juta.


Saat uang itu sudah di tangan Nanang, polisi bersama anggota Komisi D DPRD Surabaya langsung menggerebek ke ruangan dan menangkap Nanang ke Mapolrestabes Surabaya.


Baktiono menyesalkan tindakan sekolah yang meminta calon murid memabyar sejumlah uang untuk bisa masuk.


“Aturannya sangat jelas bahwa sekolah negeri tidak boleh ada pungutan. Tetapi ini masih berlaku. Dan malah korbannya anggota TNI yang jelas-jelas abdi negara. Seharusnya dia difasilitasi, bukan malah dimintai uang,”tegas politisi PDI Perjuangan.







0 comments:

Post a Comment