TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komunitas Tribute to Kretek menyayangkan adanya PHK terhadap ribuan buruh rokok kretek. Padahal, di musim pemilu seperti saat ini mereka harus diberikan perhatian lebih.
"Tapi ironisnya, di tengah musim pemilu yang konon merupakan pesta demokrasi, ribuan buruh kretek kehilangan pekerjaan. Kampanye regulasi anti rokok yang dimulai di negara-negara maju, perlahan-lahan mulai menggoyahkan industri kretek,” kata Pimpro Pesta Komunitas Tribute to Kretek, Indra G Windiaz di Jakarta, Jumat(30/5/2014).
Menurut Windiaz sebenarnya banyak yang khas dari sebatang rokok kretek. Selain unsur tembakau yang khas dari komposisi rokok kretek tentu saja campurannya cengkeh dan kapulaga. Unsur-unsur itulah yang membuat aroma kretek begitu istimewa, kreasi yang tradisinya telah
turun-temurun di Indonesia. Komoditas yang seluruh kontennya tersedia di dalam negeri ini telah hidup dan berkembang ratusan tahun.
Tak berhenti di situ, kretek bahkan menyumbang uang yang tidak sedikit untuk negara modern bernama Indonesia. Penerimaan pendapatan negara dari industri ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan dari sektor migas.
Akan tetapi, lanjut Windiaz, di bulan-bulan ini kampanye antirokok justru semakin gencar. Jangankan keberpihakan, berbagai kalangan justru menunjukkan secara terang-terangan sikap antirokok dan terlihat berusaha sekuat tenaga dengan berbagai cara agar industri kretek
musnah dari negeri ini.
Dan di sisi lain, perusahaan-perusahaan multinasional bergerak cepat untuk menguasai perusahaan-perusahaan rokok Indonesia, mendatangkan mesin- mesin pencetak rokok mengganti sentuhan tangan para buruh kretek. Sementara perusahaan-perusahaan farmasi internasional yang berdiri di belakang kampanye antitembakau mulai menyiapkan produk-produk terapi antinikotin, yang siap dipasarkan demi meraup potensi keuntungan melimpah. Aktivitas merokok dikriminalkan secara sistematis.
“31 Mei yang dicetuskan oleh WHO, merupakan bagian penting dari agenda penghancuran industri kretek. Pada hari itu, sudah bisa dipastikan, kelompok antirokok sibuk berkampanye dengan topeng kesehatan. Kampanye ‘hidup sehat’ digunakan sebagai pembenaran. Siasat pengalihan konsumsi diolah-kemas, dimonopoli secara “ilmiah” dan sophisticated,” ujar Windiaz.
Menurut Windiaz, atas dasar itulah, Komunitas Kretek bersama 34 komunitas lainnya bersinergi dalam mewujudkan Tribute to Kretek.
"Ketika problem utama wacana kebudayaan kita masih disuntuki oleh pertanyaan tentang keberpihakan, maka lewat acara inilah tanda tebal
keberpihakan terhadap kretek didedikasikan. Sejumlah pesan kreatif pada kaos dan poster dipamerkan. Dua puluh lebih komunitas, dari
beragam latar belakang turut ambil bagian," katanya.
Tribute to Kretek kata Windiaz adalah sebuah upaya estetik dalam kerangka menggugah, sekaligus menggugat khalayak, akan pentingnya keberpihakan terhadap kretek Indonesia, yang terancam dipunahkan oleh kepentingan modal asing.
Sementara menurut Kurator acara ini, Ong Hary Wahyu, Tribute to Kretek adalah bentuk apresiasi terhadap kretek sebagai produk budaya
Indonesia. Bahwa buah dari kreativitas mampu menghadirkan produk budaya yang khas. Aktivitas kreatif yang ditunjukkan oleh H Djamhari asal Kudus, penemu Kretek, memiliki peran penting dalam timbangan kebudayaan, karenanya patut diberikan apresiasi yang tinggi.
“Temuan Haji Djamhari memang lebih beruntung, karena mampu menjelma menjadi aktivitas ekonomi yang memberi pengaruh luas terhadap perekonomian bangsa. Sampai sekarang kretek memberikan kontribusi besar bagi pendapatan negara, menyediakan lapangan pekerjaan, pengguna bahan baku lokal dan menyangga pasar dalam negeri," ujarnya.
Namun, katanya bukan berarti lantas temuan semacam ini kemudian mendapatkan penghargaan yang layak. Kecenderungan yang berlaku luas, keberadaan kretek hanya dipandang dari aspek kesehatan dengan meniadakan peran-peran vitalnya dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya.
"Sikap semacam ini bukan saja tidak tepat namun justru menyesatkan,” kata Hary Wahyu.
Apalagi para penentang kretek, demi mendukung argumentasinya,
mengimpor hasil-hasil penelitian dari pihak luar tanpa lagi mempertanyakan secara kritis kebenaran penelitian impor tersebut.
Sayangnya lagi,impor hasil penelitian serta sokongan dana kampanye dari pihak asing untuk mematikan industri kretek dilakukan saat bangsa ini sedang membutuhkan cambuk pelecut untuk menumbuhkan gairah mencipta, bukan mengonsumsi tetapi memproduksi.
“Menyikapi keadaan itulah, berbagai komunitas terlibat dalam Pesta Komunitas “Tribute to Kretek,” serta unjuk kebolehan dalam karya dan
kreativitas. Semangat mencipta seperti yang dilakukan oleh Haji Djamhari merupakan roh yang diusung dalam kegiatan ini. Agar gairah mencipta bisa tumbuh subur di negeri ini,” ujar Hary Wahyu.
Dan setiap kreativitas dari berbagai kalangan ini patut dihargai sebagai langkah yang memperkaya khasanah kebudayaan bangsa. Penghargaan akan setiap kerja kreatif anak bangsa menjadi hal yang penting di hari-hari ini. Terlebih sebagai bangsa kita sedang dihinggapi sikap inferioritas, yang seakan-akan telah kehilangan kepercayaan diri tentang apa-apa yang dihasilkan oleh negeri sendiri, seolah apa yang tercipta saudara sebangsa telah ditakdirkan lebih buruk daripada yang dihasilkan bangsa lain.
BERIKUT DAFTAR KOMUNITAS TRIBUTE TO KRETEK:
Komunitas Kretek, Pipe and Tobacco Club Indonesia (PTCI), INSISTPress, Surah Sastra, Indie Book Corner, Komunitas Wayang Benges, Wayang Suket, Wayang Jong, Kampungan Scooter Independent (KASI), Bir Pletok Kebagusan Jaya, Komunitas Lengkung K3 dan Bogor Art Group.
Selain itu juga Komunitas WC Umum, Komunitas Gila Batu, Rasjhied Ink Tattoo Studio, Gudang Jimat, Ultimus, Kopi Nusantara - Cho Coffeee, Kampoeng Batik Palbatu.
Ilustrasi rokok kretek
0 comments:
Post a Comment