Thursday, May 1, 2014

Tak Ada Persiapan Khusus Jelang Kehadiran Sri Mulyani


Tak Ada Persiapan Khusus Jelang Kehadiran Sri Mulyani
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA

Managing Director Bank Dunia, Sri Mulyani (tengah), keluar dari Kantor Kementrian Perekonomian setelah mengadakan pertemuan dengan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, Kamis (12/7/2012). Sebelumnya Sri Mulyani menghadiri diskusi ekonomi di Kantor Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA







TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Boediono dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani direncanakan memenuhi panggilan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik di Pengadilan Tipikor Jakarta.


Terdakwa pada perkara itu adalah Deputi Gubernur BI Bidang IV Pengelolaan Moneter, Devisa dan Kantor Perwakilan, Budi Mulya. FPJP maupun penetapan Bank Century sebagai bank berdampak sistemik terjadi sekitar tahun 2008. Pada masa itu, Boediono merupakan Gubernur Bank Indonesia (BI). Boediono dijadwalkan hadir di Pengadilan Tipikor pada Jumat, 9 Mei 2014.


Jaksa KPK menyatakan bahwa Boediono maupun mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan bisa hadir sebagai saksi. "Boediono bisa hadir tanggal 9 Mei. Mestinya kita panggil Sri Mulyani dan Boediono tanggal 2 Mei dan tanggal 5 Mei, tapi keduanya tampaknya bisa hadir pada 9 Mei," kata ketua tim jaksa penuntut umum KMS Roni pada sidang, Kamis (24/4/2014).


Sumber Tribun di Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan, Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) telah mensurvei sidang dan sudah menyusun rencana pengamanan.


Ia juga mengaku sudah tahu rencana kehadiran mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai saksi. Namun, menurutnya, tidak ada persiapan khusus menjelang kehadiran perempuan ekonom yang kini menduduki jabatan Managing Director World Bank tersebut. "Nggak ada yang beda, mungkin Bu Sri Mulyani (diperlakukan - Red) sama seperti mantan pejabat lainnya," katanya.


Saat dimintai konfirmasi tentang rencana perubahan dan tambahan fasilitas di Pengadilan Tipikor saat Boediono memberikan kesaksian, Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku belum tahu. "Nanti saya cek detailnya," ujar Johan, Rabu (30/4/2014).


Menurut Johan, teknis pengamanan Boediono saat menjadi saksi di persidangan tergantung hasil koordinasi antara jaksa, hakim dan protokoler wapres. Johan menambahkan, majelis hakim juga berwenang untuk menentukan teknis pengamanan seorang wakil presiden.


Di sisi lain, kata Johan, KPK berharap Boediono jujur dalam memberikan keterangan jujur sehingga fakkta yang sebenarnya bisa terungkap dan kasus Century bisa tuntas. "Kami berharap Boediono menyampaikan keterangan sejujur-jujurnya tentang apa yang terjadi pada saat itu, saat pemberian FPJP kepada Bank Century sehingga kasus Century bisa lebih jelas," kata Johan.


"Apa yang disampaikan oleh Boediono nanti diharapkan bisa menjadi bahan untuk mengembangkan kasus Century," imbuh Johan. Ia juga mengatakan, KPK juga mengharapkan hal yang sama kepada Sri Mulyani. "Sidang terbuka untuk umum sehingga masyarakat bisa mengetahuinya," kata Johan.


Dalam dakwaan Budi Mulya, nama Boediono disebut berkali-kali. Selaku Gubernur BI, Boediono memimpin serangkaian rapat Dewan Gubernur BI yang memutuskan pemberian FPJP ke Bank Century senilai Rp689 miliar disusul fasilitas penyetoran modal sementara (PMS) senilai Rp6,7 triliun.


Sementara Sri Mulyani pada 2008 adalah Menteri Keuangan yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Keputusan Bank Century merupakan bank gagal berdampak sistemik dikeluarkan oleh komite tersebut.


Pada perkara pemberian FPJP, Budi Mulya didakwa bersama-sama Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, S Budi Rochadi (sudah meningal dunia) selaku Deputi Gubernur bidang 7 Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan, Robert Tantular dan direktur utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 689,39 miliar.


Selanjutnya, Budi Mulya bersama sejumlah petinggi BI lainnya dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,76 triliun karena menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.


Kerugian negara disebut memperkaya Budi Mulya sebesar Rp1 miliar, pemegang saham PT Bank Century yaitu Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi sebesar Rp3,115 triliun, Robert Tantular sebesar Rp2,753 triliun, dan Bank Century sebesar Rp1,581 triliun.







0 comments:

Post a Comment