Presiden sementara Ukraina, Olexander Turchynov, memberlakukan kembali wajib militer untuk menghadapi keamanan yang memburuk di bagian timur negara itu.
Kebijakan dalam bentuk dekrit tersebut diumumkan di tengah-tengah aksi pendudukan militan pro-Rusia atas kantor kejaksaan wilayah di Donetsk.
Sehari sebelumnya, Presiden Turchynov, mengaku pasukannya 'tidak berdaya' mengatasi keributan yang dipicu milisi pendukung Rusia di bagian timur, Donetsk dan Luhansk.
Ukraina menuduh Rusia mengorganisir pendudukan sejumlah kantor-kantor pemerintah di Ukraina timur namun dibantah pemerintah Moskow.
Turchynov menambahkan tujuannya kini adalah untuk mencegah aksi militan pendukung Rusia menyebar.
Dia juga mengatakan Ukraina berada dalam 'siaga penuh perang' di tengah-tengah kekhawatiran pasukan Rusia mungkin akan melakukan invasi ke wilayah Rusia.
Bisa satu juta personil
Sekitar 40.000 pasukan Rusia sudah ditempatkan di dekat perbatasan dengan Ukraina.
Wartawan BBC, Jonathan Marcus, mengatakan keputusan wajib militer ini merupakan sebuah perlambang mengingat militer Rusia selama beberapa tahun kekuarangan dana dan jelas tidak seimbang dengan pasukan Rusia.
Para pengamat memperkirakan Ukraina memiliki 130.000 personil militer dengan kemungkinan ditingkatkan menjadi satu juta melalui program wajib miiliter, yang dihapuskan pada akhir 2013 lalu oleh Presiden Viktor Yanukovych yang digulinkan oleh aksi unjuk rasa.
Krisis Ukraina ini dipicu dari jatuhnya Presiden Yanukovych yang kemudian disusul dengan pemisahan Krimea dari Ukraina, yang didukung pemerintah Rusia.
Upaya memisahkan diri tersebut kemudian diikuti berbagai wilayah di Ukraina timur.
0 comments:
Post a Comment