TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengisyaratkan dukungannya terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diusulkan tim presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi dan wakilnya, Jusuf Kalla (JK).
Namun isyarat dukungan PDIP itu dinilai menyalahi konstitusi terkait Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu Pasal 33 Ayat 1 hingga ayat 3. Terlebih, PDIP sebelumnya diketahui sebagai partai politik (parpol) yang selalu menolak kenaikan harga BBM di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"PDIP sering bilang, yang dapat mendiktenya adalah konstitusi," kata Pengamat Ekonomi, Ichsanuddin Noorsy kepada wartawan, Minggu (31/8/2014).
UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1, 2 hingga 3, sendiri mengatur tentang kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ichsanuddin mengatakan, PDIP saat ini memiliki tantangan untuk membuktikan dukungannya tersebut tidak menyalahi konstitusi.
Namun, sayangnya lagi anggapan menyalahi konsitusi itu mencuat lantaran cara berpikir masyarakat Indonesia saat ini tengah diarahkan takluk kepada harga pasar menyangkut kenaikan harga BBM sebagaimana yang didukung PDIP.
"Namun, sekarang kita sedang digeser cara berpikirnya bahwa masyarakat Indonesia harus tunduk pada harga pasar," kata Ichasanuddin.
Dia menambahkan, sangat disayangkan pula terkait usulan kenaikan harga BBM ini, tim Presiden terpilih Jokowi dan JK hanya memiliki pandangan satu arah. Pasalnya pilihan yang muncul hanya menaikkan harga BBM.
"Ini kan paradigma harga bukan konstitusi. Mereka harusnya nggak mikir soal spending, tapi juga revenue," kata Ichsanuddin.
Sementara Politikus PDIP, Effendi M. Simbolon membantah partainya inkonsisten menyangkut isu BBM.
"Kami bukan pihak yang setiap saat bahwa itu menolak, kami juga lentur, bukan artinya inkonsisten. Kami buka diskusi soal ini, tidak ada yang tersembunyi, mungkin ada yang niai tidak konsisten, kami konsisten di permasalahan yang ada," kata Effendi.
Dukungan kenaikkan harga BBM disebut Effendi lantaran partainya objektif dalam melihat postur RAPBN.
"Kami pandang kita perlu revisi RAPBN 2015, harusnya (mampu) antar Indonesia ke era baru, jadi banyak perbaikan. Jadi pendapatan itu buat kesejahteraan rakyat, realitanya harus koreksi," imbuh Effendi.
0 comments:
Post a Comment