Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengaku akan terus mendorong revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Dengan revisi ini, risiko medis bukan hanya pada korban HAM berat, tapi juga korban terorisme," kata Haris menjelaskan tujuan kenapa harus ada revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban di Jakarta, Senin (25/8/2014).
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan, masih banyak pasal dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban kurang spesifik memberikan perlindungan saksi dan korban. Ia mencontohkan bagaimana posisi whistleblower dan justice collaborator.
Lili berharap dukungan pihak lain terutama penegak hukum dan masyarakat dalam melaksanakan pemenuhan hak-hak saksi dan korban. Misalnya soal restitusi, perlu adanya dukungan dari Kejaksaan dan Hakim agar restitusi bisa masuk tuntutan dan putusan.
Revisi undang-undang ini diharapkan menjadi solusi atas semua kendala yang selama ini menghalangi proses pemenuhan hak-hak saksi dan korban. Tak terkecuali membahas lebih jelas perlindungan whistleblower dan justice collaborator, korban terorisme, saksi ahli dan anak.
"Diharapkan ada penguatan lembaga dan status LPS dalam sistem peradilan pidana. Hal itu dapat mengoptimalkan peran LPSK," tandasnya.
0 comments:
Post a Comment